Ironi Apel Khas Kota Batu Lambat Laun Semakin Sirna
- Istimewa/Gendut
Malang, VIVA – Buah apel ikon Kota Batu semakin sirna, keberadaanya terus berkurang setiap tahun. Para petani sudah jarang menanamnya, penyebabnya hasil panen tidak sebanding dengan biaya perawatan.
Jika dibiarkan tentu keadaan ini semakin mengkhawatirkan. Untuk menutup biaya hidup banyak petani yang beralih fungsi menanam komoditi lain seperti jeruk dan sayur mayur yang hasilnya lebih menggiurkan.
Tapi itu tak berlaku bagi Sudarmawan, seorang petani apel asal Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji. Dia masih memilih apel demi mempertahankan ikon Kota Batu, walaupun hasilnya tak sebanding.
"Saya dan beberapa petani di Tulungrejo masih bertahan untuk bertani apel, meskipun hasilnya tidak ada, merugi. Hasil panen gak bisa menutupi biaya produksi," katanya, Sabtu 17 Juni 2023.
Meski masih memilih bertani apel, namun Sudarmawan menargetkan bila kerugian terus dialami dalam kurun waktu dua tahun mendatang, tentu dirinya bakal kapok, pasalnya kebutuhan hidup keluarganya harus ia penuhi.
"Sejauh ini kami memang masih bertahan, maksimal dua tahun. Setelah itu bila saja masih merugi ya gak mungkin bertahan. Tentunya beralih tani lain misal jeruk yang mudah dan biaya produksinya murah," tuturnya.
Kerugian petani disebabkan biaya produksi yaitu harga pupuk dan obat-obatan terus meningkat. Pupuk bersubsidi dari pemerintah keberadaanya juga sulit dicari.
"Walaupun petani yang sudah tergabung di kelompok tani dan punya kartu tetap saja cari pupuk subsidi cukup sulit. Kami terpaksa beli yang bukan subsidi meski harga tiga kali lebih mahal. Itu penyebab kerugian kami," ujarnya.
Kemudian untuk produksi dari pohon apel yang dimiliki petani juga mengalami kemerosotan, pasalnya sudah berusia 40 hingga 50 tahun. Dulu saat jaya-jayanya di era 1990-an Sudarmawan bisa memanen lima ton sekarang hanya tiga kuintal dengan harga jual Rp5 ribu hingga Rp6 ribu tiap kilogramnya.
"Nah untuk menyambung hidup dan menekan biaya kerugian saya kini menanam sayur di bawah pohon-pohon apel. Lalu mencari aktivitas lainnya seperti beternak kambing," tuturnya.
Sekarang Sudarmawan bersama para petani lain hanya bisa pasrah, mereka berharap pemerintah memberikan kepedulian lebih untuk mempertahankan ikon Kota Batu.
"Semoga ada perhatian lebih dari pemerintah demi mempertahankan buah apel khas Kota Batu," katanya.