Akademisi UM : Media Harus Independen dan Sesuai Fakta saat Kawal Pemilu

Akademisi Ilmu Komunikasi UM Dr. Akhirul Aminulloh
Sumber :
  • Dok Akhirul Aminulloh

Malang, VIVA – Pemungutan suara Pemilihan Umum (pemilu) 2024 telah usai. Kini tahapanya menanti penetapan dari Komisi Pemilihan Umum soal perolehan suara setelah hasil rekapitulasi selesai. 

Humas Peradi Malang Raya : RUU Penyiaran Kebiri Kebebasan Pers

Akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Malang (UM) Dr. Akhirul Aminulloh menyebut, media massa posisinya sangat penting dalam negara demokrasi. Media harus menyuguhkan ragam informasi seputar Pemilu 2024 demi memberikan informasi kepada publik. 

Media mainstream dan media sosial mempunyai peran penting dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Media berperan menyosialisasikan tentang visi, misi, dan program kerja kandidat presiden, partai politik dan calon legislatif. Masyarakat bisa mendapatkan banyak wawasan dan informasi dari media mainstream maupun medsos. 

Jelang Idul Adha, Penjualan Sapi Kurban di Jombang Meningkat

Kritikan datang dari Akhirul untuk media mainstream maupun medsos. Pertama, untuk media mainstream yang kepemilikannya ada kaitan dengan partai politik atau kandidat tertentu, ada kecenderungan untuk bermain framing dalam memberitakan kandidat atau partai tertentu.

"Hal ini mengurangi obyektifitas dalam penyampaian informasi," kata Akhirul dalam keterangannya Kamis, 14 Maret 2024. 

Ini Pesan Pj Wali Kota Batu saat Hari Kebangkitan Nasional

Sedangkan kritikan kedua, untuk media sosial. Yakni media sosial masih berperan dalam propaganda dan penyebaran disinformasi yang bisa menyebabkan polarisasi di masyarakat. 

"Hal ini terjadi karena media sosial bisa digunakan oleh siapa saja tanpa ada filterisasi informasi sebelum dipublikasikan," ujarnya. 

Doktor lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini juga menyoroti massifnya publikasi quick count atau hitung cepat oleh berbagai lembaga survei yang berkolaborasi dengan stasiun TV nasional. 

Katanya,, masifnya pemberitaan quick count di media televisi ikut mempengaruhi opini publik di masyarakat. Menurutnya selama wuick qount dilakukan oleh lembaga yang kredibel dengan metode yang bisa dipertanggungjawabkan maka bisa menjadi alat kontrol terhadap hasil Pemilu dan real count KPU. 

"Walaupun begitu, hasil quick count ini tetap menjadi kontroversi karena akan dijadikan dasar bagi pemenang, namun akan dipertanyakan bagi pihak yang kalah," tutur Akhirul.

Alumni Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu meyakini bahwa media mainstream masih relevan sebagai salah satu pilar demokrasi. Namun dalam catatanya tidak semua media massa bisa menjalankan peran ini karena beberapa media yang partisan bisa merusak tatanan demokrasi dengan keberpihakannya. 

"Sementara media yang non partisan bisa tetap menjadi pilar demokrasi dengan obyektifitas berita sesuai fakta dan menjaga independensinya dari campur tangan pihak eksternal," kata Akhirul.