Begini Cerita Nenek Tuminah, Mantan Pejuang Tentara Hisbullah di Jombang
- Elok Apriyanto / Jombang
Jombang, VIVA – Perang Kemerdekaan Republik Indonesia tak hanya meninggalkan cerita dan bukti berupa bangunan, yang hampir ada di setiap wilayah Indonesia.
Namun, ternyata, di Kabupaten Jombang, Jawa Timur masih ada saksi hidup dari perang memperebutkan kemerdekaan dari penjajah Belanda.
Ya, dia adalah nenek Tuminah, yang berusia 98 tahun, seorang mantan pejuang kemerdekaan tahun 1945. Dimana dia tergabung dalam batalyon tentara Hisbullah saat melawan penjajah.
Di usianya yang tak lagi muda, nenek Tuminah kini tinggal seorang diri di Desa Carangrejo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang.
Dia adalah saksi hidup bukti perlawanan tentara Indonesia melawan dan mengusir tentara penjajah Belanda, di wilayah karisidenan Mojokerto, mulai dari wilayah Krian, Mojokerto hingga ke Jombang, pada saat itu.
Ditemui di kediamannya, nenek Tuminah menjelaskan, pada waktu perang kemerdekaan berlangsung, ia yang berusia 20 tahun saat itu, sudah tergabung dalam tentara kemerdekaan Hisbullah.
"Tahun 45 an, saya sudah ikut perang dengan tentara indonesia di wilayah Karesidenan Mojokerto, Krian sampai ke Jombang. Perangnya sampai ke Gunung Wonosalam, sampai ke kandangan kidul (selatan)," kata Tuminah, Rabu, 16 Agustus 2023.
Ia mengaku, meski tidak mengangkat senjata secara langsung. Tapi, perannya sangat dibutuhkan di medan pertempuran saat itu.
"Saya bertugas sebagai tim kesehatan, yang harus terus bergabung dengan tentara di lapangan," katanya.
Kala itu Tuminah mengatakan, dia hanya bisa mengikuti arahan komando dari tentara yang memimpin kelompoknya. Dalam perang melawan tentara Belanda.
"Maju pokoknya, kalau disuruh maju ya maju, kalau mundur ya mundur," tutur Tuminah.
Tak jarang, dalam situasi perang, ia kesulitan mendapat pasokan makanan, dari rakyat. Sehingga ia harus memakan makanan seadanya yang ada di dalam hutan.
"Kalau tidak ada yang suplai makanan, ya tidak makan. Apalagi kalau pas ada penjajah dari belanda itu, saya masuk ke hutan hanya makan buah mengkudu," katanya.
Dari perjuangannya tersebut, nenek pejuang ini masih menyimpan sejumlah seragam dan foto masa lalunya saat masih berjuang. Foto-foto itu, masih ia simpan rapi dalam almari pakaian, yang berada dalam rumah sederhananya.
Dengan perjuangan massa lalunya, nenek Tuminah merasa senang dan bangga, karena berhasil mengusir penjajah, hingga saat ini Indonesia sudah merdeka dan masuk pada tahun ke 78.
"Merdekanya itu tahun 49. Saya ini tentara Hisbullah. Batalyon saya orang Mojosari, bapak Munasir. Pokoknya Indonesia merdeka, sudah senang sekali rasanya bisa mengusir penjajah," ujarnya.
Ia mengaku Tentara Belanda sudah terlalu lama menjajah Indonesia. Dan tidak ada yang mengusir tentara Belanda selain mereka.
"Belanda itu menjajah Indonesia selama 340 tahun, dan waktu itu tidak ada yang mengusir selain veteran perjuangan," tuturnya.
Saat ditanya berapa, gaji tentara hisbullah saat itu, ia mengaku gaji sebagai tentara Hisbullah saat itu, tidak begitu besar, namun itu tidaklah penting.
"Dulu gajiannya 45 ribu setiap bulannya, sekarang sudah dapat satu juta delapan ratus per bulannya," kata Tuminah.
Kini, nenek Tuminah hidup bergantung pada uang pensiun yang diterimanya setiap bulan. Meski usianya sudah lanjut, dia masih dalam kondisi sehat dan masih mampu mengingat masa-masa perjuanganya di masa lalu.