Pakar Hukum di Malang Sebut RKUHAP Sudah Sesuai Masukan Akademisi

Seminar Nasional RKUHAP di Kota Malang
Sumber :
  • VIVA Malang/ Uki Rama

Malang, VIVA – Para pakar hukum nasional, yaitu Prof Nyoman Nurjaya, Prof Tongat, dan Prof Sadjijono berbicara terkait Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Mereka menyebut RKUHAP mendengar masukan dari para akademisi karena memang perlu pembaruan.

Bareskrim Polri Dorong Kesadaran Penanganan Kekerasan Berbasis Gender


Prof Nyoman mengatakan pembaruan hukum acara pidana dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System) cukup penting. Karena hukum acara pidana bukanlah sekadar tata cara proses peradilan, melainkan bagian dari sistem besar yang menyangkut penegakan hukum, perlindungan HAM, serta kepastian dan keadilan hukum.

“Hukum acara pidana itu bukan berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari sistem. Sistem penegakan hukum pidana yang bekerja secara sinergis antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga terkait lainnya. Semua harus terintegrasi,” kata Prof Nyoman, Kamis, 17 April 2025.

Nyoman menyebut, dalam sistem tersebut, perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijunjung tinggi. Mulai dari tersangka, terdakwa, terpidana, korban, saksi maupun advokat. Untuk itu, RKUHAP yang sedang dirancang harus mampu menjawab tantangan zaman.

"Negara harus hadir menjamin bahwa proses hukum berjalan adil dan bermartabat. RKUHAP tidak boleh stagnan. Ia harus sesuai dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, sistem ketatanegaraan, hingga konvensi internasional yang sudah diratifikasi, serta putusan Mahkamah Konstitusi. Kita juga tidak bisa abaikan diberlakukannya KUHP Nasional melalui UU No. 1 Tahun 2023,” ujar Nyoman

Nyoman menyoroti pentingnya sinkronisasi antara RKUHAP dan regulasi yang sudah ada, khususnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan KUHP. Katanya, Undang-undang acara pidana harus sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru. Namun tetap berpijak pada prinsip dasar seperti praduga tak bersalah, praperadilan, dan due process of law.

"Ini adalah bagian dari karya agung bangsa Indonesia dalam menegakkan keadilan yang pro-HAM dan berintegritas. RKUHAP saat ini terdiri dari 20 BAB dan 334 pasal, yang mencerminkan pendekatan sistematis dan berbasis keadilan," tutur Nyoman.

Empat pilar utama dalam rancangan tersebut diantaranya Mekanisme sistem peradilan pidana terpadu yang mencakup proses dari pra-penuntutan, penuntutan, sidang pengadilan, hingga eksekusi putusan pengadilan.

Sementara dalam Perlindungan hak asasi manusia Prof Nyoman menjelaskan perlindungan tidak hanya bagi tersangka dan terdakwa, tetapi juga korban, saksi, dan advokat, termasuk perlakuan khusus bagi penyandang disabilitas, perempuan, dan lansia.

Pengawasan dan transparansi tidak luput dari paparan Prof Nyoman, seperti penggunaan CCTV dalam penyidikan dinilai penting untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan menjamin akuntabilitas proses hukum.

Seperti yang sudah pernah disampaikan Prof Nyoman bahwa Mekanisme restorative justice adalah untuk menyelesaikan perkara tertentu secara adil, humanis, dan berbasis pemulihan.

“RKUHAP ini juga akan mengatur mekanisme khusus seperti praperadilan, tanggung jawab ganti kerugian, rehabilitasi, restitusi bagi korban, serta penegasan kembali fungsi dan kewenangan penegak hukum agar bekerja sesuai prosedur dan kode etik profesional,” kata Nyoman.

Dia membandingkan beberapa rancangan sebelumnya, mulai dari RKUHAP versi Pemerintah tahun 2012, Rancangan Inisiatif DPR RI tahun 2023, hingga rencana pengajuan tahun 2025 harus menjadi lebih responsif dan inklusif.

“Semua dokumen perancangan tersebut adalah peta jalan menuju reformasi hukum acara pidana nasional. Namun, harus dipastikan bahwa orientasinya tetap pada keadilan, profesionalitas, dan integritas lembaga penegak hukum. Bukan sekadar administrasi, tapi filosofi penegakan hukum yang menjamin keadilan substantif,” ujar Nyoman.

Nyoman juga menegaskan bahwa optimalisasi peran lembaga penegak hukum tidak bisa dicapai tanpa perubahan sistemik dalam hukum acara pidana.

“Kalau kita ingin penegakan hukum yang bermartabat dan berintegritas, maka semua lembaga penegak hukum harus bekerja dalam satu sistem, punya pedoman yang sama, dan mengedepankan nilai keadilan serta HAM. RKUHAP harus menjelma menjadi alat reformasi dan refleksi karakter hukum bangsa kita,” tutur Nyoman.