Korban ke 135 Tragedi Kanjuruhan Dikabarkan Covid, Ini Penjelasan RSSA

Wadir rssa malang,syaifullah asmiragani
Sumber :
  • Viva Malang

Malang – Korban meninggal dunia ke-135 tragedi Kanjuruhan, Farzah Dwi Kurniawan (20 tahun) menghembuskan nafas terakhir pada Minggu, 23 Oktober 2022 pukul 22.40 WIB. Dikabarkan, korban dalam kondisi positif Covid-19.

UMM Jadi yang Terbanyak se-Indonesia Dalam Loloskan Proposal di P2MW

Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA, Syaifullah Asmiragani angkat bicara. Ia mengatakan, salah satu prosedur sebelum memasuki ruang ICU pasien termasuk Farzah wajib melakukan swab atau tes usap. Hasilnya positif COVID-19. Dari beberapa pasien yang dinyatakan positif hanyalah Farzah. 

"Memang Farzah saat pertama masuk melakukan swab salah satu prosedurnya sebelum melakukan inkubasi. Di awal kondisinya menurun karena hipoksia kemudian dari hasil swab tersebut positif COVID-19. Yang kita lakukan swab biasanya yang mau masuk ICU dan HCU dan yang positif hanya Farzah," kata Syaifullah, Senin, 24 Oktober 2022. 

Lutfil Hakim: PWI Malang Raya Harus Ikut Serta Memajukan Pembangunan di 3 Daerah

Syaifullah menegaskan, meski positif COVID-19, penyebab kematian bukanlah karena paparan COVID-19. Tetapi, karena trauma yang signifikan pada bagian paru-paru dan kepala. Mendiang di swab sebanyak dua kali terakhir saat 15 Oktober 2022 lalu. 

"Tetapi yang jelas yang bersangkutan meninggal dunia bukan karena COVID-19. Tetapi karena trauma yang signifikan,sehingga yang bersangkutan mengalami benturan dan penurunan kesadaran," ujar Syaifullah. 

PWI Dianggap Mampu Tarik Investor Untuk Pembangunan di Malang Raya

Sementara itu, dokter spesialis anestesi RSSA Akbar Shidiq mengatakan, mendiang datang sudah dalam kondisi kritis dan berat. Mereka mengaku sudah melakukan perawatan seoptimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa Farzah. 

"Karena berbagai macan tindakan kita lakukan swab untuk semua pasien nah kebetulan hasilnya positif sehingga kita rawat di tempat khusus infeksi (COVID-19). Selama perawatan dengan kondisi trauma dibeberapa tempat jadi multi trauma. Di kepala, di paru-paru dan juga di beberapa tempat lainnya. Namun memang yang membuat berat trauma di kepala dan paru itu terutama," tutur Akbar. 

Akbar mengatakan, selama di RSSA mendiang dirawat secara intensif dengan ventilator selama hampir dua pekan. Kondisi selama dirawat labil dan kritis. Sempat membaik namun kondisinya terus menurun hingga menghembuskan nafas terakhirnya. 

"Kondisinya terus memburuk sempat membaik tetapi karena kritis kondisinya masih naik turun dan kemarin terjadi perburukan dan kita nyatakan meninggal dunia pada malam itu. Dia memang positif tapi meninggal bukan karena COVID tapi kondisi multi trauma yang sudah memberatkan pasien," kata Akbar.