KPU Kota Batu Gelar FGD Evaluasi Pemilu 2024, Keterbatasan Sosialisasi jadi Kendala
- VIVA Malang (Galih Rakasiwi)
Batu, VIVA – Komisi Pemilihan Umum Kota Batu menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan laporan evaluasi Pemilu 2024 di Aula KPU Kota Batu, Senin 24 Februari 2025.
Kegiatan tersebut menjadi forum untuk menampung masukan, mengidentifikasi permasalahan, serta merumuskan rekomendasi guna perbaikan penyelenggaraan pemilihan di masa mendatang.
Dengan berbagai masukan ini, KPU Kota Batu berharap dapat menyusun laporan evaluasi yang tidak hanya menjadi catatan administratif, tetapi juga sebagai bahan rekomendasi konkret bagi perbaikan pemilu di masa mendatang.
FGD ini terbagi dalam dua panel utama. Panel pertama membahas evaluasi non-tahapan pemilihan dan faktor eksternal, sedangkan panel kedua berfokus pada evaluasi tahapan pemilihan dan kelembagaan.
Ketua KPU Kota Batu Heru Joko Purwanto menjelaskan bahwa FGD ini melibatkan berbagai instansi terkait seperti Bawaslu, Dispendukcapil, Bakesbangpol, pemantau pemilihan, Liaison Officer (LO) pasangan calon, dan media massa.
"Tujuan utama dari FGD ini adalah untuk menyusun buku laporan yang berisi evaluasi menyeluruh terhadap Pemilu 2024. Harapannya, hasil diskusi ini dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan pemilihan yang lebih baik di masa depan," katanya.
Lebih lanjut, Heru menyebut bahwa hasil evaluasi yang telah dikompilasi akan dibawa ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan undang-undang pemilu berikutnya.
"Kami ingin pemikiran dari Kota Batu turut berkontribusi dalam perbaikan regulasi pemilu nasional," ujarnya.
Salah satu poin yang menjadi sorotan utama dalam evaluasi tahapan pemilu adalah pentingnya menghidupkan kembali relawan demokrasi.
"Kami menilai relawan demokrasi sangat penting dalam menyukseskan sosialisasi pemilu dari awal hingga akhir agar pesan demokrasi tersampaikan langsung ke masyarakat paling bawah," ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi pemilu selama ini lebih banyak menyasar kelompok elit atau instansi vertikal serta memiliki waktu terbatas.
"Kami menyadari bahwa pendekatan kepada masyarakat akar rumput masih kurang. Oleh karena itu, kami perlu lebih banyak melakukan kegiatan sosialisasi yang langsung bersentuhan dengan pemilih," ujarnya.
Sementara itu, Akademisi Universitas Muhammadiyah Malang, Nora Titahning Ayudha, menyoroti bahwa durasi sosialisasi pemilu yang hanya 60 hari dinilai tidak cukup untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
"Dengan waktu yang sangat singkat, kegiatan tatap muka menjadi terbatas dan kurang maksimal. Oleh karena itu, ke depan KPU harus lebih banyak mengadakan kegiatan sosialisasi outdoor seperti gerak jalan dengan pelajar serta layanan kesehatan gratis bagi masyarakat dewasa dan lansia, dengan menyisipkan materi pemilu dalam kegiatan tersebut," tuturnya.