Dalami Dugaan Korupsi Pembelian Bibit Porang, Kejari Jombang Geledah Dua Lokasi
- VIVA Malang (Elok Apriyanto/Jombang)
Jombang, VIVA – Dalami dugaan korupsi pada pengadaan bibit porang yang dilakukan oleh Perumda Perkebunan Pangklungan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, tahun anggaran 2021, Kejaksaan Negeri Jombang lakukan penggeledahan.
Penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan ini dilakukan di dua lokasi berbeda, yakni kantor Perumda Perkebunan Pangklungan yang ada di Kecamatan Wonosalam, dan kantor BPR Jatim Bank UMKM Jatim yang jalan dr Soetomo, Jombang.
Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, Agus Chandra, mengatakan penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan ini, merupakan upaya Kejaksaan dalam rangka untuk melakukan percepatan penyelesaian pemberkasan tindak pidana korupsi pada Perumda Perkebunan Pangklungan.
"Jadi kemarin (Senin 9 September 2024) kita kami melakukan penggeledahan di dua lokasi, yang pertama di kantor BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang, dan yang kedua di kantor Perumda Perkebunan Pangklungan," kata Agus, Selasa 10 September 2024.
Pihaknya pun menyebut bahwa penggeledahan ini berkaitan dengan proses kredit dana bergulir yang dikeluarkan oleh BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang, kepada Perumda Perkebunan Pangklungan.
"Terkait korupsi adanya kredit dana bergulir yang diterima oleh Perumda Perkebunan Pangklungan, sebesar 1,5 miliar rupiah. Yang digunakan sesuai dengan proposal, harusnya untuk membeli bibit porang, pada tahun 2021," ujarnya.
Ia pun menjelaskan bahwa penggeledahan ini, dilakukan untuk mencari dokumen penting, yang sejak penyelidikan hingga penyidikan awal ini belum diserahkan oleh pihak-pihak terkait.
"Kami sudah mengamankan beberapa dokumen, termasuk di dalamnya adalah, dokumen analis kredit yang diajukan dalam rangka kredit dana bergulir, kemudian analis kredit, restrukturisasi pada tahun 2022," tuturnya.
"Kemudian ada beberapa dokumen perjanjian kerjasama yang dilakukan Perumda dengan pihak lain. Kemudian dokumen agunan, dan dokumen lainnya, yang terkait dengan pinjaman dana bergulir," kata Agus.
Meski belum ada tersangka, pihaknya meyakini bahwa dalam perkara ini berpotensi memunculkan banyak tersangka. Mengingat telah ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi.
"Kami mengeluarkan penyidikan ini tanggal 14 Agustus. Indikasinya yang pertama adalah, berkaitan dengan penggunaan dan tentu saja kita tahu bahwa porang, yang direncanakan di tahun 2021, sampai hari ini kita tidak tau, jadi apa dia," ujarnya.
"Sehingga uang 1,5 miliar ini, kami duga digunakan tidak sesuai dengan proposal yang diajukan oleh pihak direksi Perumda," tutur Agus.
Lebih lanjut ia juga melakukan pendalaman terkait mekanisme pengajuan kredit di BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang, karena idealnya dana bergulir itu disalurkan ke UMKM, bukan malah ke Perumda milik pemerintah.
"Kalau kita bicara dana bergulir itu, diperuntukkan untuk masyarakat. Tetapi, kok bisa Perumda mendapatkan dana bergulir," kata Agus.
Selanjutnya, agunan yang digunakan oleh Perumda Perkebunan Pangklungan, bukanlah sertifikat tanah atas milik Pguerumda, malah sertifikat milik salah satu pegawai di Perumda.
"Agunan yang dipakai, Perumda adalah agunan milik perorangan yang notabenenya merupakan pegawai di lingkungan Perumda Perkebunan Pangklungan," ujarnya.
Hingga kini, penyidik Kejaksaan telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah orang, mulai dari pegawai Perumda Perkebunan Pangklungan, dan sejumlah pihak lainnya.
"Yang kita periksa, dari Perumda, dari BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang, kemudian dari Pemprov Jatim, kemudian juga pada para pihak lain, yang melakukan kerjasama dengan Perumda, termasuk BUMDes," tuturnya.
Tak hanya itu, mekanisme lainnya yang tak lazim adalah, pengajuan kredit dana bergulir di BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang itu, tidak dilengkapi dengan persetujuan dari Bupati Jombang.
"Tentu saja kita akan memintai keterangan pejabat di Pemkab Jombang, terutama terkait dengan persetujuan terhadap rencana kredit dana bergulir pada BPR Jatim Bank UMKM cabang Jombang, karena berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, direksi Perumda tidak mendapatkan persetujuan dari Bupati untuk mengambil kredit tersebut," kata Agus.