Masalah Tanah Lapangan, Warga Sumberejo Kota Batu Menggugat

Kepala Desa Sumberejo, Riyanto menunjukkan lokasi sengketa.
Sumber :
  • VIVA Malang / Galih Rakasiwi

Batu, VIVA – Konflik kepemilikan tanah lapangan seluas 4.000 meter persegi di Dusun Sumbersari, Desa Sumberjo, Kota Batu terus berlanjut. Warga desa, didukung Pemdes Sumberejo, bersikeras mempertahankan lahan yang telah digunakan sebagai fasilitas umum sejak 1972 untuk aktivitas olah raga. 

Sengketa hukum yang berkepanjangan kini berujung pada gugatan perdata yang diajukan oleh warga melalui kuasa hukum mereka yaitu MSA Law Firm MS Alhaidary and Partners dengan nomor register 78/Pdt. G/2025/PN MLG pada 27 Februari 2025. 

Langkah tersebut diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap eksekusi lahan yang terus diupayakan oleh pihak yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut melalui Pengadilan Negeri Malang.

Kepala Desa Sumberjo, Riyanto, menyampaikan bahwa pada 19 Februari 2025 telah dilakukan rapat koordinasi di pengadilan untuk membahas rencana eksekusi lahan yang terdaftar dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 43. Namun, dalam pertemuan tersebut tidak ditemukan titik temu.

"Dari rapat koordinasi, tidak ada kesepakatan. Pihak pemohon meminta eksekusi segera dilakukan karena ini sudah pengajuan eksekusi yang keempat kalinya. Namun, pihak kepolisian, koramil, kecamatan, dan desa masih mempertimbangkan kondisi di lapangan. Masyarakat masih menolak dan tidak menerima putusan pengadilan, karena mereka merasa tidak pernah menjual atau memindahtangankan tanah tersebut kepada siapapun," ujarnya, Rabu, 5 Maret 2025.

Pasalnya warga mempertanyakan munculnya SHM atas nama pihak lain yang kini diklaim oleh seseorang bernama Menik. Mereka mengaku tidak mengetahui bagaimana proses tanah tersebut bisa beralih kepemilikan.

Dahulu, menurut catatan desa, tanah lapangan ini awalnya berstatus Eigendom (tanah warisan kolonial) yang kemudian dialihkan kepada warga sekitar. Peta kepemilikan menunjukkan bahwa tanah tersebut berada di bawah Eigendom No. 19.

"Nah pada tahun 1989, sebuah perusahaan properti yaitu PT Satria Pratama Berlian, masuk ke wilayah tersebut untuk membangun perumahan Bukit Cerry. PT mengajukan permohonan ganti rugi kepada desa, dengan harga Rp1.000 per meter atau sekitar Rp2,5 juta untuk tiap penggarap tanah. Saat itu, lebih dari 50 warga menerima pembayaran tersebut. Namun, SHM yang terbit kemudian berjumlah 58 sertifikat, yang menimbulkan kejanggalan terkait legalitas kepemilikan lahan," tuturnya.

Lebih lanjut, warga mempertanyakan keabsahan kepemilikan pertama. Berdasarkan data yang mereka temukan, tanah tersebut dahulu milik Saidi, yang disebut-sebut telah meninggal dunia sejak tahun 1965. Namun, SHM atas tanah tersebut baru terbit tahun 1991 yang kala itu Kepala Desa dijabat oleh Budi.

"Kejanggalan muncul karena pemilik atas nama Saidi sudah meninggal pada tahun 1965 anehnya kok tiba-tiba ada SHM pada tahun 1991. Itu yang menjadi kejanggalan administratif, masyarakat mempertanyakan itu. Apalagi masyarakat tidak pernah menjual kepada siapapun," kata Riyanto.

Melihat ketidakjelasan status hukum tanah ini, warga berharap agar SHM yang dianggap bermasalah tersebut bisa dibatalkan secara hukum sehingga melayangkan gugatan Perdata. Mereka menilai bahwa jika sertifikat tersebut dibatalkan, maka tanah tersebut tidak dapat dikuasai oleh perorangan dan harus tetap menjadi milik masyarakat.

Selain itu, warga dan Pemdes Sumberjo juga mengharapkan perhatian dari pimpinan daerah baru, yakni Wali Kota Batu Nurochman dan Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto, agar dapat mencari solusi atas permasalahan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini.

"Kami berharap ada perhatian dari pemimpin baru Kota Batu agar masalah ini bisa segera mendapatkan titik terang. Ini bukan sekadar tanah, tapi fasilitas umum yang sudah digunakan warga selama puluhan tahun," katanya.

Hingga saat ini, warga tetap mempertahankan keberadaan lapangan dengan memasang banner penolakan di sekitar lokasi. Mereka juga terus melakukan berbagai aktivitas di lapangan tersebut, seperti olahraga dan kegiatan sosial lainnya.

Menurut warga, lapangan ini telah difungsikan sebagai fasilitas umum untuk olahraga sejak 1972 dan menjadi tempat beragam aktivitas bagi masyarakat Dusun Sumbersari dan Dusun Santrean. Oleh karena itu, mereka menolak keras jika tanah tersebut dialihkan kepada pihak lain.

"Dengan gugatan perdata yang telah diajukan, warga berharap bahwa proses hukum bisa memberikan kejelasan dan keadilan bagi mereka. Namun, mereka juga menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan tanah lapangan ini tidak akan berhenti sampai ada keputusan yang benar-benar berpihak kepada masyarakat," tuturnya.