Polemik Penjualan Tanah Lapangan di Desa Oro-Oro Ombo Kota Batu, Aset Desa atau Milik Pribadi?

Tanah lapangan desa yang ditembok
Sumber :
  • VIVA Malang (Galih Rakasiwi)

Batu, VIVA – Warga Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Batu dikejutkan dengan pemagaran sebuah lapangan di Jalan Gondorejo yang selama ini digunakan untuk berbagai kegiatan olah raga masyarakat. 

Beredar kabar bahwa tanah tersebut telah berpindah kepemilikan kepada pihak lain. Kejadian tersebut tentu menimbulkan pertanyaan, apa benar tanah tersebut merupakan aset desa yang telah dijual atau sejak awal tanah itu memang milik perorangan?

Menanggapi itu, Kepala Desa Oro-oro Ombo, Wiweko mengatakan Wiweko, memberikan penjelasan terkait status tanah tersebut. Ia menegaskan bahwa secara administratif, tanah tersebut bukanlah aset desa, melainkan milik perorangan.

"Sertifikat tanah itu memang bukan atas nama desa, tetapi milik orang lain. Kami sudah mengurus ini selama 5 tahun agar bisa dinyatakan sebagai aset desa, tetapi pemiliknya tidak mau menyerahkan karena merasa telah ditipu oleh perangkat desa sebelumnya, yang sekarang sudah almarhum," katanya, Kamis 30 Januari 2025.

Karena tanah itu secara resmi bukan milik desa, pemerintah desa kemudian mengupayakan jalan tengah. Melalui musyawarah desa (Musdes) dan musyawarah dusun (Musdus), masyarakat sepakat untuk menjual tanah tersebut, dengan sebagian besar hasilnya diberikan kepada desa.

"Kami sudah meminta pendapat dari kejaksaan sebelum mengambil keputusan ini. Dalam rapat, kami juga mengundang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemilik lahan sebelumnya untuk membahas penyelesaian yang terbaik," tambahnya.

Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, jika tanah itu bukan aset desa, mengapa pemerintah desa ikut berembuk dalam penjualannya? Wiweko menjelaskan bahwa pada masa lalu, tanah tersebut memang sempat disebut sebagai pengganti lapangan lama aset, tetapi secara administratif tidak ada dokumen resmi yang membuktikan hal tersebut.

"Dulu tanah ini disebut-sebut sebagai pengganti lapangan lama, tetapi tidak ada dokumen yang menyatakan bahwa tanah ini diserahkan secara resmi untuk menggantikan lapangan yang hilang. Akhirnya ya dipakai saja selama ini untuk kepentingan masyarakat," katanya.

Ia juga mengenang bahwa pada saat lapangan lama diminta oleh perangkat desa kala itu, sempat terjadi aksi protes dari warga. 

"Saya juga ikut demonstrasi saat masih muda dulu. Kalau tidak ada aksi itu, mungkin desa kita tidak punya lapangan sama sekali," katanya.

Dalam musyawarah desa, disepakati bahwa tanah tersebut akan dijual dengan harga sekitar Rp 10 miliar lebih. Berdasarkan dokumen resmi, hasil penjualan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

"Kami sudah bekerja sama dengan notaris serta pemilik tanah untuk memastikan proses ini sah secara hukum. Dari total nilai penjualan, desa akan menerima bagian yang lebih besar, sesuai hasil musyawarah kurang lebih Rp 8 miliar sekian," kata Wiweko.

Dana yang diterima desa nantinya akan digunakan untuk pembangunan lapangan baru yang berstandar nasional di atas tanah yang merupakan aset desa secara resmi saat ini.

"Sesuai keputusan musdes, uang hasil penjualan akan digunakan untuk membangun lapangan berstandar nasional di atas tanah yang sudah jelas statusnya sebagai aset desa Oro-Oro Ombo. Jika ada sisa dana, maka akan digunakan untuk membeli tanah lagi agar bisa menjadi aset desa secara permanen," tuturnya.

Wiweko menjelaskan bahwa rencana pembangunan lapangan baru masih menunggu pencairan dana dari hasil penjualan tanah tersebut.

"Untuk saat ini, lokasi pembangunan lapangan baru masih belum diputuskan. Setelah pembeli melunasi pembayaran, uangnya akan masuk ke bendahara desa, dan setelah itu pembangunan bisa dimulai. Semua proses juga sudah kami laporkan kepada Wali Kota Batu," katanya.