Gairah Masyarakat Menjaga Kebudayaan Lewat Festival Kampung Cempluk
- Viva Malang
Malang – Festival Kampung Cempluk, merupakan salah satu agenda rutin tahunan yang diselenggarakan di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Acara tersebut sudah masuk memasuki edisi yang ke 12.
Agenda ini berjalan selama satu pekan sejak Minggu, 18 September 2022 kemarin. Even tahunan ini selalu menarik perhatian masyarakat hingga para mahasiswa yang ada di Kota Malang.
Event tersebut sempat tertunda selama dua tahun, karena pandemi COVID-19. Selama pandemi pula Festival Kampung Cempluk digekar secara daring. Saat pandemi mulai mereda kini festival itu kembali digelar secara luring.
“Untuk tema besar tahun ini kita mengusung tema urip iku urup. Maksud dari tema tersebut adalah hidup untuk menghidupkan, jadi kita ingin bangkit dari pandemi yang diharapkan dengan adanya kegiatan ini perekonomian warga sekitar bisa pulih seperti semula," ujar ketua pelaksana kampung cempluk festival, Alzam Darma Putra.
"Karena untuk dua tahun kemarin kita melaksanakan secara virtual, jadi alhamdulillah untuk tahun ini kita bisa menyelengarakan secara langsung,” imbuhnya.
Setiap gelaran festival ini selalu punya tema khusus mulai cempluk berbunyi, cempluk bergerak, cempluk berbicara, cempluk modern, cempluk cerdas merdeka, dan cempluk band. Event tersebut bekerjasama dengan Universitas Brawijaya sebagai penghubung kampus lintas kampung.
Acara tersebut tidak hanya diikuti oleh masyarakat sekitar saja, terdapat beberapa mahasiwa mancanegara juga turut andil dalam menampilkan keseniannya antara lain, mahasiswa dari Palestina, Timor Leste, Sudan, dan negara lainnya.
“Dulunya festival ini bernama Sumberejo tempo dulu yang digagas oleh salah satu tokoh masyarakat desa ini yang bernama Mbah Pri. Lalu dikembangkan lagi oleh mas Redy Eko Prastyo yang dalam hal ini sebagai ketua komunitas yang ada di Kampung Cempluk ini hingga bertaraf internasional,” ujar Alzam.
Sementara itu, Redy Eko Prasetyo, adalah tokoh penting penggagas Festival Kampung Cempluk dan Jaringan Kampung Nusantara. Redy menuturkan bahwa festival ini ia anggap sebagai hari raya kampung kebudayaan.
"Mengapa demikian?. Jika dilihat secara lebih dalam, secara psikologis kata hari raya merupakan sebagai moment perjumpaan atau moment kebahagiaan sehingga selama acara tersebut diharapkan terciptanya sebuah hubungan kedekatan antara masyarakat satu dengan yang lainnya," tuturnya.
Dia menceritakan, keunikan yang dimiliki oleh Desa Sumberejo, salah satunya kampung leak. Kampung leak, merupakan salah satu gang yang ada di desa Sumberejo karen mayoritas pekerjaan utamanya sebagai tukang kayu.
Rata-rata warga sekitar bekerja hingga ke Bali, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Gang Leak. Redy berharap, atas terselenggaranya acara ini masyarakat khusunya generasi milenial mampu menjaga serta melestarikan budaya. Hal ini dapt menumbuhkan rasa nasionalisme tinggi sehingga warisan budaya tetap lestari.
“Jadi kita mencari pembeda agar masyarakat bisa melihat keunikan dari konsep yang kami bentuk," ujarnya.