Kutuk Tragedi Kanjuruhan, Kontras: Polisi Harusnya Paham Instrumen HAM
- Viva Malang
Malang – Tragedi kanjuruhan menyisakan duka mendalam. Tak hanya bagi warga Malang Raya, namun juga Indonesia dan dunia. Saat ini, banyak pihak yang berniat membantu untuk mengusut tuntas peristiwa yang membuat 125 orang Aremania meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.
Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengutuk keras tragedi Kanjuruhan, pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Mereka menilai, polisi seharusnya memahami instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga peristiwa kelam ini tidak sampai terjadi.
Sekjen Federasi Kontras, Andi Irfan mengatakan, ada kelalaian dari aparat dan panitia pelaksana pertandingan. Pertama Panpel pertandingan lalai dalam mengantisipasi mebludaknya suporter di Stadion.
"Kedua potensi kerusuhan SOP penyelamatan tidak terjadi sejumlah pintu di gate 11 hingga 14 tertutup dan tidak segera di buka sehingga suporter terjebak. Kontras mengutuk keras SOP seperti ini. Saya pikir Kapolri paham soal instrumen hak manusia dalam menangani massa di stadion," kata Andi, Senin, 3 Oktober 2022.
Menurutnya, penggunaan gas air mata sangatlah tidak tepat. Apalagi jelas FIFA melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion. Mereka menduga kuat penyebab meninggalnya ratusan Aremania karena gas air mata.
"Kita punya polisi yang terlatih dan dilatih tidak untuk membunuh korban tetapi untuk melindungi kita. Lihat polisi justru menembakan gas air mata bukan ke lapangan tapi justru ke atas tribun. Sementara di tribun banyak orang-orang rentan, anak-anak, wanita dan ibu-ibu," ujar Andi.
Andi Irfan mengatakan, bahwa Malang tidak dalam kondisi perang. Malang dalam kondisi damai dan tentram. Tetapi sebagian warga Malang atau Aremania ditemukan meninggal dunia dalam sebuah pertandingan sepak bola. Kontras dengan tegas menyebut, kematian ratusan Aremania sangatlah tidak wajar.
"Sepak bola ini digelar di area damai. Juga tidak ada perkelahian antar suporter. Tetapi suporter justru mati karena sepak bola. Jelas ada yang tidak beres dalam standar pengamanan polisi," tutur Andi.
Andi telah bertemu dengan sejumlah suporter di Malang. Dia mendengar langsung cerita mereka yang ada di lapangan. Bahwa dua Aremania yang pertama masuk ke lapangan ingin memberikan semangat pada pemain Singo Edan.
Pada momen ini seharusnya, aparat dengan sigap mampu menghalau agar tidak terlalu banyak suporter yang juga ikut turun ke lapangan. Naas aparat saat itu gagal mengendalikan massa dan justru melakukan kekerasan hingga tembakan gas air mata ke arah tribun. Hal itu juga diperkuat oleh video yang beredar.
"Suporter yang memberi informasi ke kami, teman yang masuk ke lapangan hanya ingin memberikan suport pada pemain Arema dan foto. Tetapi justru direspon dengan tindakan berlebihan itu menicu sejumlah penonton lain ke lapangan. Harusnya aparat yang berjaga mampu menjaga agar tidak banyak yang masuk," kata Andi.